Selamat datang di blog FAHMI-ROMEO

Bila ingin melihat isinya klik data-data

Di arsip Anak TKJ

Jumat, 21 Mei 2010

GURU

HUBUNGAN ANTARA GURU DAN MURID SPIRITUAL (BAGIAN 2)

Salam kasih,

Di hadapan Guru kita sendiri, kita tidak mempunyai hal lain dalam bentuk apa pun yang lain yang lebih penting lagi. Guru adalah "Sarvasva" ...(segalanya bagi murid). Jadi, kita tidak akan mempersamakan setiap Guru Spiritual itu dengan Guru kita. Hubungan seorang istri dengan suami, sama seperti seorang murid dengan Gurunya. Tidak setiap Guru Spiritual adalah Gurunya dan tidak setiap suami adalah suami bagi seorang istri.

Tetapi, hal ini sebenarnya merupakan sesuatu yang sangat pelik. Apa yang kita mengerti belum tentu kejadian dan kenyaaannya seperti itu. Semua yang kita ceritakan di sini adalah sehubungan dengan pengalaman spiritual pribadi seseorang dengan Tuhan. Biarlah bagian ini menjadi tanda tanya bagi kita semua, sebab jawabannya ada pada pengalaman spiritual pribadi seseorang. Kita hanya merenungkan bagan-bagannya saja. Waktu dan keberadaan pribadi-pribadi masing-masing akan menentukan berbagai langkah kebenaran yang akan diambil, dan semua itu adalah divine.

Ketika seseorang tidak berguru penuh pada seorang Guru Spiritual dan ketika Guru Spiritual tidak menerima penuh seseorang sebagai murid spiritual, maka hubungan tersebut akan mengalami hambatan. Dan dalam keadaan seperti itu, Guru bukanlah "sarvasva"...(segalanya bagi dia). Sekali lagi kalimat ini harus saya sertakan dengan kalimat, bahwa semua ini sangat tergantung pada ketulusan/kejujuran pengalaman spiritual seseorang. Ketika seseorang murid spiritual telah mantap sepenuhnya berguru dan telah berhasil merasuk kedalam keseluruhan Gurunya, maka saat itu pula, ketika Guru mengatakan tali maka ia akan menerima benda melingkar di hadapannya sebagai seutas tali. Kemudian ketika Guru mengatakan benda tersebut sebagai ular, maka sang murid langsung pada detik itu juga akan segera menerima benda yang melingkar di hadapannya sebagai seekor ular.

Pada prinsipnya, yang dituntut di sini adalah kesungguhan dan ketulusan kita berguru, dengan selalu memperhatikan kewajiban-kewajiban seorang murid spiritual kepada Gurunya.
Umumnya, banyak orang yang hanya memuja Gurunya dengan gambar dan ada pula yang dibuatkan arca serta dihias sangat indah. Mereka juga memujanya dengan sangat tekun dan mantap. Tetapi, apabila orang tersebut sama sekali tidak memberikan perhatian pada apa-apa yang dikatakan atau diajarkan oleh Gurunya, apa-apa yang menjadi kehendak gurunya, bahwa gurunya menghendaki ia merubah diri dalam segala hal, baik dalam tingkah laku, dalam bertutur kata, dalam melakukan pelayanan dan lain lain, namun ia sama sekali tidak pernah mengikuti kehendak/perintah Gurunya, lalu apa gunanya ia siang malam memuja Gurunya?

Memuja Guru berarti kita berubah menjadi seperti yang dikehendaki oleh Guru. Kita akan mengikuti perintah-perintah Guru dengan baik dan patuh. Bila Guru tidak menginginkan kita merokok, tetapi kalaupun kita tekun memuja Guru dan di saat yang sama kita tidak mau meninggalkan kebiasaan merokok tersebut, lalu apa gunanya kita berguru? Ini hanyalah suatu contoh kecil saja.

Yang lebih jauh, kalau kita tidak pernah sama sekali melakukan pelayanan pada Guru, maka apa artinya kita berguru??? Kemajuan seorang murid sangat tergantung pada pelayanan yang ia lakukan terhadap Gurunya. Perlu dicatat, pelayanan yang paling dikehendaki oleh seorang Guru adalah pelayanan dalam mengikuti segala kata-kata/perintah Guru.

Tentu saja kita tidak mengikuti kata-kata Guru ketika kata-kata itu hanya berbau manis dan membujuk emosi kita. Namun ketika Guru memerintahkan sesuatu yang tidak membujuk dan tidak akur dengan kesadaran serta pengertian kita, alias tidak sesuai dengan keinginan kita, maka kita tidak akan mengikutinya plus menaruh kecurigaan pada Guru. Hal-hal seperti inilah yang perlu diperhatikan oleh seorang murid spiritual, demi kemajuan dan demi menyatunya dia pada kesadaran spiritual sang Guru. Hanya dengan cara itu saja ia akan menemukan kemajuan spiritualnya.

Mengingat kemajuan yang kita capai (jika kita jujur menerima keberadaan kita), maka kita memang harus lebih sering mendekatkan kesadaran kita kepada kesadaran Guru, daripada kita mendekatkan (baca: menurunkan) kesadaran Guru kepada kesadaran kita. Barangkali hal ini bisa dicontohkan seperti, kalau kita mengcopy artikel dari sebuah komputer yang masih memakai program windows 97,
maka ketika kita mencoba membuka file yang kita hendak copy itu di komputer yang telah memakai program windows XP atau windows versi diatasnya, maka file tersebut akan otomatis terprogram ke program XP tersebut dan ia tidak akan bisa dibuka lagi dengan program yang lebih rendah seperti pada komputer yang masih memakai program windows 97 (saya bukan seorang ahli program-program komputer. Contoh ini mohon dibantu untuk dikoreksi kebenarannya. Kalau contohnya tidak benar, mohon diabaikan contoh tetapi berusaha menangkap apa-apa yang saya ingin sampaikan lewat contoh tersebut.).

Begitulah,...., ketika kita telah menjadi tulus sedikit saja, maka kesadaran kita akan berpindah ke kesadaran Guru. Pada saat yang bersamaan, kesadaran kita akan meningkat dan ia tidak akan pernah lagi turun level, karena kita membuka "file" kesadaran kita lewat komputer Guru dan bukan lagi lewat komputer yang masih memakai program-program bawahan yang sudah ketinggalan zaman.

Itulah sebuah teknik rahasia bagi seorang murid dalam usaha untuk mengangkat kesadarannya. Ia tidak perlu begitu susah payah memperbaiki kesadarannya. Tetapi ia cukup hanya dengan mendekatkan kesadarannya kepada kesadaran Guru. Ia cukup hanya dengan membuka file lewat “komputer” Gurunya. Syaratnya hanyalah ketulusan, khususnya tulus dalam memperbaiki diri, tulus dalam mengikuti teknik Guru, tulus di hadapan Guru dan khususnya lebih penting lagi adalah murid tetap menjaga ketulusan tersebut ketika Guru tidak sedang berada di hadapannya.

Hanya dengan secuil ketulusan sajalah seorang murid akan muncul di permukaan kesadarannya menjadi selembar kain sutra nan indah, yang menjadi obyek pandangan kekaguman bagi setiap insan yang memandangnya. Keberuntungan seperti itu akan dengan mudah didapatkan oleh seorang murid yang tulus. Dan ternyata memang hanya ketulusan sajalah kualifikasi seorang murid yang dapat ia kedepankan, lalu dipersembahkan di kaki Gurunya.

Saya kira sekian dulu, semoga anda semua diijinkan olehNYA untuk mendekatkan kesadaran pada kesadaran sang Guru Sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar